Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) yang diperingati setiap 20 Mei merangkai dua tonggak penting bagi bangsa Indonesia: kelahiran organisasi Budi Utomo pada 20 Mei 1908 oleh para pelajar STOVIA sebagai gerakan pemuda modern pertama, dan ikrar Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 yang meneguhkan persatuan tanah air, bangsa, dan bahasa Indonesia.
Latar Belakang Kebangkitan Nasional
Kebijakan Politik Etis oleh pemerintah kolonial Belanda sejak 1901 memicu investasi besar-besaran pada pendidikan pribumi, menghadirkan sekolah seperti STOVIA yang melahirkan generasi terpelajar dan tumbuhnya kesadaran kolektif akan pentingnya persatuan dan kemajuan bangsa.
Budi Utomo: Tonggak Awal
Pada 20 Mei 1908, Soetomo dan rekan-rekannya mendirikan Budi Utomo di ruang belajar STOVIA Jakarta. Organisasi ini berfokus pada pengembangan sosial, ekonomi, dan budaya pribumi, serta menjadi katalisator kelahiran berbagai organisasi pergerakan di seluruh Nusantara.
Sumpah Pemuda: Konsolidasi Semangat Persatuan
Dua dekade kemudian, Kongres Pemuda II menghasilkan Sumpah Pemuda dengan ikrar satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa: Indonesia. Momen ini mempersatukan pemuda dari berbagai etnis dan wilayah, memperkuat jalinan kebangsaan dan memprioritaskan Bahasa Indonesia sebagai perekat seluruh elemen masyarakat.
Penetapan Hari Kebangkitan Nasional
Pada 16 Desember 1959, Presiden Soekarno menetapkan 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959, untuk mengenang dan memaknai semangat perjuangan para pemuda pendahulu.
Makna dan Harapan
Harkitnas bukan sekadar perayaan tahunan, melainkan panggilan untuk meneguhkan kembali nilai persatuan, inovasi, dan pengabdian bagi kemajuan Indonesia. Semangat pantang menyerah dan patriotisme yang diwariskan para pendahulu hendaknya terus menginspirasi generasi penerus dalam membangun negeri yang berdaulat, kuat, dan bermartabat.